I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Pneumonia Virus adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh virus.
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=448&idktg=2&idobat=&UID=20070925204927125.160.92.2
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli. Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan bronchopneumonia. Gejala penyakit tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak karena paru-paru meradang secara mendadak.
http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797
Pneumonia adalah infeksi atau radang yang cukup serius pada paru-paru. Dari jenis-jenis pneumonia itu ada yang spesifik/khusus yang disebut dengan tuberkulosis atau tbc atau Tb, yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosa. Jenis yang lain, adalah SARS yang adalah pneumonia akibat -sampai hari ini- virus.
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/04/27/Kesehata/kes1.htm
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).
http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/pneumionia.html
· Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997)
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pneumonia
B. ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
Etiologi:
n Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus
n Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus
n Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis, cryptococosis, pneumocytis carini
n Aspirasi : Makanan, cairan, lambung
n Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia virus bisa disebabkan oleh:
* Virus sinsisial pernafasan
* Hantavirus
* Virus influenza
* Virus parainfluenza
* Adenovirus
* Rhinovirus
* Virus herpes simpleks
* Sitomegalovirus.
* Virus Influensa
* Virus Synsitical respiratorik
* Adenovirus
* Rubeola
* Varisella
* Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
* Pneumococcus
* Streptococcus
* Staphilococcus
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah: - virus sinsisial pernafasan - adenovirus - virus parainfluenza dan - virus influenza.
Faktor-faktor risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia
* ü Umur dibawah 2 bulan
* ü Tingkat sosio ekonomi rendah
* ü Gizi kurang
* ü Berat badan lahir rendah
* ü Tingkat pendidikan ibu rendah
* ü Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
* ü Kepadatan tempat tinggal
* ü Imunisasi yang tidak memadai
* ü Menderita penyakit kronis
KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
* o Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
* o Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
* o Pneumonia aspirasi.
* o Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
o Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
o Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).
Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
o Pneumonia jamur,
sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
o Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
o Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
Terpajan Bakteri
Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli
Konsolidasi Paru
Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru
Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema
Pertahanan Utama
Dx : Kerusakan Pertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan
Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs
Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
Tanda dan Gejala berupa:
* Batuk nonproduktif
* Ingus (nasal discharge)
* Suara napas lemah
* Retraksi intercosta
* Penggunaan otot bantu nafas
* Demam
* Ronchii
* Cyanosis
* Leukositosis
* Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
* Batuk
* Sakit kepala
* Kekakuan dan nyeri otot
* Sesak nafas
* Menggigil
* Berkeringat
* Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah - kekakuan sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.
Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
Tanda infeksi ekstra pulmunal.
E. KOMPLIKASI
* n Abses paru
* n Edusi pleural
* n Empisema
* n Gagal nafas
* n Perikarditis
* n Meningitis
* n Atelektasis
* n Hipotensi
* n Delirium
* n Asidosis metabolik
* n Dehidrasi
* n Penyakit multi lobular
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
§ Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
§ GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
§ JDL à leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun.
§ LED à meningkat
§ Fungsi paru à hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain menurun.
§ Elektrolit à Na dan Cl mungkin rendah
§ Bilirubin à meningkat
§ Aspirasi / biopsi jaringan paru
Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotik.
Pemeriksaan penunjang:
Rontgen dada
Pembiakan dahak
Hitung jenis darah
Gas darah arteri.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
PENGOBATAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
ü Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ü Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
ü Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
ü Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Identitas : -
Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
Riwayat Masuk
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
Pengkajian
Sistem Integumen
o Subyektif : -
o Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
§ Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
§ Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
Sistem Cardiovaskuler
o Subyektif : sakit kepala
o Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
Sistem Neurosensori
§ Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
§ Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
o Subyektif : lemah, cepat lelah
o Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
§ Subyektif : -
§ Obyektif : produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
o Subyektif : mual, kadang muntah
o Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik
§ Hb : menurun/normal
§ Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
§ Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ø .Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan Gangguan pengiriman oksigen.
Ø Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan utama.
Ø Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
C. INTERVENSI
Ø Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen.
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (Oksigen dan Karbondioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
KH:
§ Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
§ Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk efektif.
R : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
3) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
R : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
4) Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi banyaknya jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah.
R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
Ø Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan utama.
KH:
· Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
· Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:
1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.
R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (\hipotensi/syok) dapat terjadi.
2) Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret (mis., meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sekret.
R : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman.
3) Tunjukkan/dorong tehnik mencuci tangan yang baik.
R : Efektif berarti menurunkan penyebaran /tambahan infeksi.
4) Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R : Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
Ø Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
Suatu Keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
KH:
· Tidak mengalami aspirasi
· Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R : Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis., krekels, megi.
R : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
3) Bantu pasien napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Penghisapan sesuai indikasi.
R : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. C, Barbara Long. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 2. 1996. Yayasan IAPK Pajajaran : Bandung.
2. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. 1999. Media Aesculapius : Jakarta.
3. E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan. 1999.EGC : Jakarta.
4. Juall, Lynda Carpenito. Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. 2000. EGC : Jakarta.
5. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=448&idktg=2&idobat=&UID=20070925204927125.160.92.2
6. http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797
7. http://www.suarapembaruan.com/News/2003/04/27/Kesehata/kes1.htm
8. http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html
9. http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/pneumionia.html
10. http://id.wikipedia.org/wiki/Pneumonia
11. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=512
Friday, June 4, 2010
askep gastritis
Konsep Dasar Teori
A. Definisi
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer Arif, 1999, hal: 492)
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal: 181).
Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal: 138).
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal: 101). Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart, 2000, hal: 188).
B. Etiologi
Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin; bahan kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat; refluk usus lambung (Inayah, 2004, hal: 58).
Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan obat anti inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492).
C. Gambaran Klinis
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesa lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Pasien dengan gastritis juga disertai dengan pusing, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada abdomen (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492-493).
D. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
2. Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan (Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999: 162).
E. Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi:
1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain (Soeparman, 1999, hal 96).
Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan:
a. Gastritis akut
- Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
- Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi dianjurkan.
- Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
- Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastromfestinal
- Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
- Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
- Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.
b. Gastritis kronis
- Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
- Mengurangi stress
- H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).
F. Komplikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas.
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsivitamin (Mansjoer, Arief 1999, hal: 493).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untukperdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-Ellison.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes, 1999, hal: 456).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
2. Sirkulasi
Gejala : - hipotensi (termasuk postural)
- takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
- kelemahan / nadi perifer lemah
- pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)
- warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
- kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
4. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka peptik / gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi
Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida).
Haluaran urine : menurun, pekat.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan : cegukan
Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah
Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah.
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
6. Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak
dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
8. Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda : peningkatan suhu, Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi portal)
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).
b. Diagnosa Keperawan
Menurut Doengoes (1999: 458-466) pada pasien gastritis ditemukan diagnosa keperawatan:
1. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perdarahan, mual, muntah dan anoreksia.
Intervensi
- Catat karakteristik muntah dan / atau drainase
Rasional : membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut.
- Awasi tanda vital
Rasional: perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan perkiraan kasar kehilangan darah (misal: TD <> 110 diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml).
- Awasi masukan dan haluaran dihubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan melalui muntah, penghisapan gaster / lavase, dan defekasi.
Rasional: memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
- Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional: aktivitas / muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.
- Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida
Rasional: mencegah refleks gaster pada aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru serius.
* Kolaborasi
- Berikan cairan / darah sesuai indikasi
Rasional: penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut atau kronis)
- Berikan obat sesuai indikasi:
Ranitidin (zantac), nizatidin (acid).
Rasional: penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam gaster.
Antasida (misal: Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan)
Rasional: dapat digunakan untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5 atau lebih tinggi untuk menurunkan risiko perdarahan ulang.
Antiemetik (misal: metoklopramid / reglan, proklorperazine / campazine)
Rasional: menghilangkan mual dan mencegah muntah.
2. Risiko tinggi kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Intervensi
- Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing / sakit kepala
Rasional: perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arteria.
- Selidiki keluhan nyeri dada
Rasional: dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.
- Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.
Rasional: vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan / atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.
- Catat haluaran dan berat jenis urine
Rasional: penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia / gagal ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urine.
- Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu
Rasional: nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karena efek bufer darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia sehubungan dengan terapi vasokinstriksi.
- Observasi kulit untuk pucat, kemerahan, pijat dengan minyak. Ubah posisi dengan sering
Rasional: gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit.
* Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional: mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi
3. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
Intervensi
- Awasi respons fisiologi misal: takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
Rasional: dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik / status syok.
- Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional: membuat hubungan terapeutik.
- Berikan informasi akurat
Rasional: melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
- Berikan lingkungan tenang untuk istirahat
Rasional: memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping.
- Dorong orang terekat tinggal dengan pasien
Rasional: membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
- Tunjukkan teknik relaksasi
Rasional: belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.
4. Nyeri (akut / kronis) berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, iritasi lambung.
Intervensi
- Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
Rasional: nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya, dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.
- Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
Rasional: membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
- Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien
Rasional: makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
- Bantu latihan rentang gerak aktif / pasif
Rasional: menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan.
- Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan, misal: pijatan punggung, perubahan posisi
Rasional: nafas bau karena tertahannya sekret mulut menimbulkan tak nafsu makan dan dapat meningkatkan mual.
* Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi, misal:
Antasida
Rasional: menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia.
Antikolinergik (misal : belladonna, atropin)
Rasional: diberikan pada waktu tidur untuk menurunkan motilitas gaster, menekan produksi asam, memperlambat pengosongan gaster, dan menghilangkan nyeri nokturnal.
A. Definisi
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer Arif, 1999, hal: 492)
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal: 181).
Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal: 138).
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal: 101). Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart, 2000, hal: 188).
B. Etiologi
Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin; bahan kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat; refluk usus lambung (Inayah, 2004, hal: 58).
Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan obat anti inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492).
C. Gambaran Klinis
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesa lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Pasien dengan gastritis juga disertai dengan pusing, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada abdomen (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492-493).
D. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
2. Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan (Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999: 162).
E. Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi:
1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain (Soeparman, 1999, hal 96).
Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan:
a. Gastritis akut
- Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
- Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi dianjurkan.
- Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
- Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastromfestinal
- Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
- Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
- Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.
b. Gastritis kronis
- Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
- Mengurangi stress
- H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).
F. Komplikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas.
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsivitamin (Mansjoer, Arief 1999, hal: 493).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untukperdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-Ellison.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes, 1999, hal: 456).
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
2. Sirkulasi
Gejala : - hipotensi (termasuk postural)
- takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
- kelemahan / nadi perifer lemah
- pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)
- warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
- kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
4. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka peptik / gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi
Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida).
Haluaran urine : menurun, pekat.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan : cegukan
Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah
Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah.
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
6. Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak
dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
8. Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda : peningkatan suhu, Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi portal)
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).
b. Diagnosa Keperawan
Menurut Doengoes (1999: 458-466) pada pasien gastritis ditemukan diagnosa keperawatan:
1. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perdarahan, mual, muntah dan anoreksia.
Intervensi
- Catat karakteristik muntah dan / atau drainase
Rasional : membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut.
- Awasi tanda vital
Rasional: perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan perkiraan kasar kehilangan darah (misal: TD <> 110 diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml).
- Awasi masukan dan haluaran dihubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan melalui muntah, penghisapan gaster / lavase, dan defekasi.
Rasional: memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
- Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional: aktivitas / muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.
- Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida
Rasional: mencegah refleks gaster pada aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru serius.
* Kolaborasi
- Berikan cairan / darah sesuai indikasi
Rasional: penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut atau kronis)
- Berikan obat sesuai indikasi:
Ranitidin (zantac), nizatidin (acid).
Rasional: penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam gaster.
Antasida (misal: Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan)
Rasional: dapat digunakan untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5 atau lebih tinggi untuk menurunkan risiko perdarahan ulang.
Antiemetik (misal: metoklopramid / reglan, proklorperazine / campazine)
Rasional: menghilangkan mual dan mencegah muntah.
2. Risiko tinggi kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Intervensi
- Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing / sakit kepala
Rasional: perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arteria.
- Selidiki keluhan nyeri dada
Rasional: dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.
- Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.
Rasional: vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan / atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.
- Catat haluaran dan berat jenis urine
Rasional: penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia / gagal ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urine.
- Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu
Rasional: nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karena efek bufer darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia sehubungan dengan terapi vasokinstriksi.
- Observasi kulit untuk pucat, kemerahan, pijat dengan minyak. Ubah posisi dengan sering
Rasional: gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit.
* Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional: mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi
3. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
Intervensi
- Awasi respons fisiologi misal: takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
Rasional: dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik / status syok.
- Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional: membuat hubungan terapeutik.
- Berikan informasi akurat
Rasional: melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
- Berikan lingkungan tenang untuk istirahat
Rasional: memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping.
- Dorong orang terekat tinggal dengan pasien
Rasional: membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
- Tunjukkan teknik relaksasi
Rasional: belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.
4. Nyeri (akut / kronis) berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, iritasi lambung.
Intervensi
- Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
Rasional: nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya, dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.
- Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
Rasional: membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
- Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien
Rasional: makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
- Bantu latihan rentang gerak aktif / pasif
Rasional: menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan.
- Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan, misal: pijatan punggung, perubahan posisi
Rasional: nafas bau karena tertahannya sekret mulut menimbulkan tak nafsu makan dan dapat meningkatkan mual.
* Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi, misal:
Antasida
Rasional: menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia.
Antikolinergik (misal : belladonna, atropin)
Rasional: diberikan pada waktu tidur untuk menurunkan motilitas gaster, menekan produksi asam, memperlambat pengosongan gaster, dan menghilangkan nyeri nokturnal.
Monday, May 3, 2010
mau bikin KTI, askep atau tugas perkuliahan keperawatan klik disini,,,,,!
keperawatan medikal bedah (KMB )
AUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
A. PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Fkui, 1996). Sirosis hepatis juga didefinisikan sebagai penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price, 1996).
B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang menjadi penyebab sirosis hepatis adalah (Fkui, 1996) :
1. Hepatitis virus tipe B dan C
2. Alkohol
3. Metabolik : DM
4. Kolestatis kronik
5. Toksik dari obat : INH
6. Malnutrisi
C. KLASIFIKASI
Secara makroskopik, sirosis dibagi atas :
1. Sirosis mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular.
2. Sirosis makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
3. Sirosis campuran
Umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.
Selain klasifikasi diatas, sirosis hepatis terbagi dalam 3 pola yaitu :
1. Sirosis laennec/sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi
Sirosis ini berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronik. Sirosis jenis ini merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual didalam sel-sel hati (infiltrasi lemak).
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik. Pada kasus sirosis laennec yang sangat lanjut, membagi parenkim menjadi nodula-nodula halus. Nodula-nodula ini dapat membesar akibat aktifitas regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi + regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus.
Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.
2. Sirosis post nekrotik
Terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisah-pisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal.
Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepantis virus sebelumnya. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar peranannya.
Beberapa kasus berhubungan dengan intoksikasi bahan kimia industri, dan ataupun obat-obatan seperti fosfat, kloroform dan karbon tetraklorida/jamur beracun. Sirosis jenis ini merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer.
3. Sirosis Billaris
Kerusakan sel hati dimulai disekitar duktus billaris, penyebabnya obstruksi billaris post hepatik. Sifat empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam masa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus.
Sumber empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler,duktulus empedu dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau.
Klasifikasi CHILD pasien sirosis dalam terminologi cadangan fungsi hati
Derajat kerusakan
Bil. Serum (m.u mol/dl)
Alb serum (gr/dl)
Asites
PSE/ensefalopati
Nutrisi Minimal
< 35
> 35
Nihil
Nihil
Sempurna Sedang
35-50
30-35
Mudah dikontrol
Minimal
Baik Berat
> 50
< 30
sukar
berat/koma
kurang/kurus
D. PATHWAYS
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIS
Terbagi dalam 2 fase, yaitu :
1. Fase kompensasi sempurna
Keluhannya samar-samar, yaitu :
- Pasien merasa tidak fit/bugar
- Anorexia
- Mual
- Diare/konstipasi
- Berat badan menurun
- Kelemahan otot
- Cepat lelah
2. Fase dekompensasi
Diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, terutama timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi :
- Eritema palmaris
- Spider nevi
- Vena kolateral pada dinding perut
- Ikterus
- Edema pretibial
- Asites
- Gangguan pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, haid berhenti
- Hematemesis
- Melena
- Ensefalopati hepatik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah
HB darah, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
- Kenaikan kadar enzim transaminase/sgot, sgpt ,Gamma gt
- Kadar albumin yang rendah cerminan kemampuan sel hati yang kurang
- Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress
- Pemeriksaan CHE (colinesterase)
Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun
- Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet
Pada ensefalopati, kadar Na kurang dari 4 mg/l menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
- Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati
Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa protombin.
- Peningkatan kadar gula darah, pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen
- Pemeriksaan masker serologi pertanda virus seperti HBsAg/HBsAb-HBeAg/HBeAb, HBV DNA, HCV RNA untuk menentukan etiologi sirosis hepatis.
- Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan
Nilai AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
2. Radiologi
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
3. Esofagoskopi
Dapat melihat langsung sumber pendarahan varises esofagus, besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
4. USG
Melihat pinggir hati, permukaan, pembesaran, hemogenitas, asites, splenomegali, gambaran vera hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, SOL (Space Occupying Lesion)
5. Sidikan hati
Terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpuk dan difus
6. Tomografi komputerisasi
Walaupun mahal sangat berguna mendiagnosis kelainan fokal seperti tumor/kusta.
7. Angiografi
Mengukur tekanan vena porta, melihat keadaan sirkulasi portal, mendeteksi tumor.
G. KOMPLIKASI
2 kelompok besar komplikasi, yaitu :
1. Kegagalan hati (hepatoselular)
2. Hipertensi portal
Bila penyakit berlanjut, dari kedua komplikasi diatas dapat timbul komplikasi lain, yaitu :
1. Asites
2. Encefalopali
3. Pentonitis bakterial spontan
4. Transformasi kanker hati primer (hepatoma)
5. Sindrom hepatorenal
H. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obat lain dianjutkan menghentikan penggunaannya
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein kedalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D. Penicilamine dan Colchicine.
b. Hemokromatosis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid
3. Therapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Untuk asites
Diberikan diet rendah garam 0,5 gr/hari + total cairan 1,5 lt/hari. Spironolakton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai dengan dosis awal 4 x 25 mg/hari, dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya pengurangan berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1 kg/hari. Bila perlu dikombinasikan dengan furosemid (bekerja pada tubulus proksimal).
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja)
• Lakukan pemasangan UB tube untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran sama, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah, untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti/masih berlangsung
• Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrosa/salin dan transfusi darah secukupnya
• Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500 cc cairan DS % atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3x
• Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan serius
• Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises
• Untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol
c. Untuk ensefalopati
• Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia
• Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai
• Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises
• Klisma untuk mengurangi absorbsi bahan nitrogen
• Pemberian : - duphalac 2 x 2 sendok makan
- neomisin per oral untuk sterilisasi usus
- antibiotik campisilin/sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik
• Transplantasi hati
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti sefotaksim 29/85 IV amoksisilin, aminoglikosida
e. Sindrom hepatorenal/refnopati hepatik
• Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat
• Atasi infeksi dengan pemberian antibiotik
I. PROGNOSIS
Petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis hepatis :
1. Ikterus yang menetap/bilirubin darah > 1,5 mg%
2. Asites yang memerlukan diuretik dosis besar
3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
4. Kesadaran menurun (ensefalopati hepatik spontan faktor pencetus bagai hak tanpa faktor pencetus luar mempunyai prognosis telah jelek daripada yang jelas faktor pencetusnya
5. Hati mengecil
6. Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
7. Komplikasi neurologis bukan akibat kolateralisasi ekstensif
8. Kadar protrombin rendah
9. Kadar natrium darah yang rendah (< 120 mg/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg
10. CHE rendah, sediaan biopsi yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data dasar
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
- Pola penggunaan alkohol-alkohol (durasi dan jumlahnya)
- Riwayat kontak dengan zat-zat toksik
- Terpapar obat-obat hepatotoksik
c. Aktifitas/istirahat : Kelemahan, kelelahan, letargi
d. Sirkulasi : Disritmia
e. Eliminasi : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), Penurunan/tidak adanya bising usus, Kesesuaian warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat
f. Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas bau (fetor hepatikus), perdarahan gusi.
g. Neurosensori : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tak jelas.
h. Kenyamanan : Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas,pruritus.
i. Pernafasan : Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, expansi paru terbatas hipoxia.
j. Keamanan : Pruritus, ikterik.
k. Seksualitas : Gangguan menstruasi , atrofi testis , ginekomastia.
2. Masalah keperawatan yang muncul
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit
2. Perubahan nutrisi kruang dari kebutuhan
3. Intoleransi aktivitas
4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan
5. Resiko tinggi perdarahan
6. Gangguan body image
7. Cemas
8. Nyeri
9. Pola nafas tidak efektif
3. Diagnosa keperawatan dan intervensi
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d Kehilangan berlebihan melalui diare
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler nadi perifer dan haluan urine individu sesuai
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian
Catat kehilangan melalui diare.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian efek terapi.
2. Kajian tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Indikator volume sirkulasi/perfusi.
3. Periksa adanya asites atau edema
Rasional : Deteksi kemungkinan pendarahan dalam jaringan
4. Observasi tanda perdarahan
Rasional : Absorbsi vitamin K terganggu pada GI
Kolaborasi :
1. Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht. Na+ albumin, dan waktu pembekuan.
Rasional : Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema. Defisit pada pembekuan potensi beresiko pendarahan.
2. Berikan :
a. Cairan Intra Vena
Rasional : Memberikan cairan dan penggantian elektrolit
b. Protein hidrolisat
Rasional : Memperbaiki kekurangan albumin/protein dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke system sirkulasi
c. Vitamin K
Rasional : Karena Absorbsi terganggu, penambahan dapat mencegah masalah koagulasi, yang dapat terjadi bila faktor pembekuan waktu protrombin ditekan.
d. Antasida, simetidin
Rasional : Menetralisir/menurunkan sekresi gaster
e. Obat-obatan anti diare
Rasional : Mengurangi kehilangan cairan/elektrolit dari saluran GI
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d Gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic karena anoreksia, mual/muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan pagi paling besar
Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi
2. Berikan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : Menghilangkan rasa tak enak, meningkatkan nafsu makan
3. Anjuran makan pada posisi duduk tegak
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
Kolaborasi :
1. Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien, dengan memasukkan lemak dan protein sesuai toleransi
Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan lemak jika terjadi diare. Pembatasan protein diidentifikasikan pada hepatitis kronis karena akumulasi produk akhir dapat mencetuskan hepatic ensefalopati.
2. Awasi glukosa darah
Rasional : Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi, memerlukan perubahan diet.
3. Berikan obat sesuai indikasi
c. Intoleransi aktivitas b.d Fatique, depresi, mengalami keterbatasan aktivitas
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan teknik atau perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
Intervensi :
Mandiri :
1. Tingkatkan tirah baring, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai kebutuhan
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan
2. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
3. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendiri pasif/aktif.
Rasional : Peningkatan nadi dan penurunan TD menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi.
4. Catat perubahan mental tingkat kesadaran
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemi.
5. Hindari pengukuran suhu rektal, hati-hati memasukkan selang GI
Rasional : Rektal dan vena esofageal paling rentan untuk robek.
d. Gangguan body image b.d Ikterik, perasaan isolasi
Hasil yang diharapkan : Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan/kebutuhan isolasi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kontrak dengan pasien mengenai waktu untuk mendengar. Dorong diskusi perasaan masalah
Rasional : Penyediaan waktu meningkatkan hubungan saling percaya dan memberikan kesempatan pada kijen untuk mengekspresikan perasaan.
2. Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup
Rasional : Penilaian dan orang lain akan merusak harga diri lebih lanjut
3. Kaji efek penyakit pada faktor ekonomi klien/orang terdekat
Rasional : Masalah finansial mungkin terjadi karena kehilangan peran fungsi klien.
4. Diskusikan harapan penyembuhan
Rasional : Periode penyembuhan mungkin lama (lebih dari 6 bulan) potensial stress keluarga/situasi dan memerlukan perencanaan, dukungan dan evaluasi.
5. Anjurkan klien menggunakan warna merah terang atau biru/hitam daripada kuning atau hijau
Rasional : Meningkatkan penampilan
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen anti ansietas
Rasional : Membantu dalam manajemen kebutuhan istirahat.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan b.d akumulasi garam empedu dalam jaringan
Hasil yang diharapkan : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus
Intervensi :
Mandiri :
1. Gunakan air mandi dingin, hindari sabun alkali, berikan minyak kalamin sesuai indikasi
Rasional : Mencegah kulit kering berlebihan
2. Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk, usahakan kuku jari pendek, lepas baju ketat, berikan sprei katun
Rasional : Menurunkan potensi cidera kulit
3. Berikan masase waktu tidur
Rasional : Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan mamberikan kenyamanan
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, misal : antihistamin dan antilipemik
Rasional : Antihistamin untuk menghilangkan gatal dan antilipemik untuk asam empedu pada usus dan mencegah absorbsinya.
f. Resiko tinggi perdarahan b.d Gangguan faktor pembekuan, gangguan absorpsi vit K
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hemeostatis dengan tanpa perdarahan, menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji adanya perdarahan GI, observasi warna dan konsistensi feses, drainase NGT, atau muntah
Rasional : Traktus GI paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak.
2. Observasi adanya petekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber
Rasional : Sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan
3. Awasi nadi, tekanan darah, dan CVP bila ada
g. Cemas b.d kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan
Hasil yang diharapkan :
- Menguraikan program pengobatan yang benar
- Menjelaskan rasional bagi terapi dan perawatan diet
- Mengenali komplikasi apabila penyakitnya berlanjut
Intervensi :
Mandiri :
1. Jelaskan dasar pemikiran program prinsip terapi hepatitis
2. Uraikan rasional bagi terapi, perawatan dan diet yang tepat
3. Bantu pasien menyusun jadwal dan checklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri
4. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang
5. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya
h. Nyeri b.d inflamasi pada hati dan bendungan vena porta
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak mengerut, menangis, intensitas dan lokasinya)
Intervensi :
Mandiri :
1. Yakinkan pasien bahwa Anda mengetahui nyeri yang dialami pasien nyata dan akan membantunya dalam menghadapi nyeri tersebut
2. Gunakan skala pengkajian nyeri untuk mengidentifikasi intensitas nyeri
3. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kwalitas, frekuensi dan durasi
4. Catat keparahan nyeri pasien dalam bagan
5. Identifikasi dan dorong pasien untuk menggunakan strategi yang menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya
i. Pola pernafasan tidak efektif b.d Pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret
Intervensi :
1. Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan
Rasional : Pernafasan dangkal/cepat kemungkinan ada sehubungan dengan hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi tamabahan nafas
Rasional : Kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
3. Ubah posisi sering dorong nafas dalam latihan dan batuk
Rasional : Membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
4. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia
5. Berikan posisi semi fowler
Rasional : Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa I Made Kaniasa, edisi 3, Jakarta, EGC, 1999.
2. Himawan. Sutisna, Patologi, Jakarta, Bagian Patologi Anatomi FKUI, 1996.
3. Hudak, Carolyn. M, Keperawatan Kritis, Alih bahasa Adiyanti Monica. E.D, edisi 6, volume 2, Jakarta, EGC, 1997.
4. Price, Syivian Anderson, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, Alih bahasa Agung Waluyo, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.
5. Sjaifoellah Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, FKUI, 1996.
6. Smeltzar, Suzanna. C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth, edisi 8, volume . 2, Jakarta : EGC, 2001.
AUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
A. PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Fkui, 1996). Sirosis hepatis juga didefinisikan sebagai penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price, 1996).
B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang menjadi penyebab sirosis hepatis adalah (Fkui, 1996) :
1. Hepatitis virus tipe B dan C
2. Alkohol
3. Metabolik : DM
4. Kolestatis kronik
5. Toksik dari obat : INH
6. Malnutrisi
C. KLASIFIKASI
Secara makroskopik, sirosis dibagi atas :
1. Sirosis mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular.
2. Sirosis makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
3. Sirosis campuran
Umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.
Selain klasifikasi diatas, sirosis hepatis terbagi dalam 3 pola yaitu :
1. Sirosis laennec/sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi
Sirosis ini berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronik. Sirosis jenis ini merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual didalam sel-sel hati (infiltrasi lemak).
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik. Pada kasus sirosis laennec yang sangat lanjut, membagi parenkim menjadi nodula-nodula halus. Nodula-nodula ini dapat membesar akibat aktifitas regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi + regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus.
Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.
2. Sirosis post nekrotik
Terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisah-pisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal.
Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepantis virus sebelumnya. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar peranannya.
Beberapa kasus berhubungan dengan intoksikasi bahan kimia industri, dan ataupun obat-obatan seperti fosfat, kloroform dan karbon tetraklorida/jamur beracun. Sirosis jenis ini merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer.
3. Sirosis Billaris
Kerusakan sel hati dimulai disekitar duktus billaris, penyebabnya obstruksi billaris post hepatik. Sifat empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam masa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus.
Sumber empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler,duktulus empedu dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau.
Klasifikasi CHILD pasien sirosis dalam terminologi cadangan fungsi hati
Derajat kerusakan
Bil. Serum (m.u mol/dl)
Alb serum (gr/dl)
Asites
PSE/ensefalopati
Nutrisi Minimal
< 35
> 35
Nihil
Nihil
Sempurna Sedang
35-50
30-35
Mudah dikontrol
Minimal
Baik Berat
> 50
< 30
sukar
berat/koma
kurang/kurus
D. PATHWAYS
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIS
Terbagi dalam 2 fase, yaitu :
1. Fase kompensasi sempurna
Keluhannya samar-samar, yaitu :
- Pasien merasa tidak fit/bugar
- Anorexia
- Mual
- Diare/konstipasi
- Berat badan menurun
- Kelemahan otot
- Cepat lelah
2. Fase dekompensasi
Diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, terutama timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi :
- Eritema palmaris
- Spider nevi
- Vena kolateral pada dinding perut
- Ikterus
- Edema pretibial
- Asites
- Gangguan pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, haid berhenti
- Hematemesis
- Melena
- Ensefalopati hepatik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah
HB darah, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
- Kenaikan kadar enzim transaminase/sgot, sgpt ,Gamma gt
- Kadar albumin yang rendah cerminan kemampuan sel hati yang kurang
- Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress
- Pemeriksaan CHE (colinesterase)
Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun
- Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet
Pada ensefalopati, kadar Na kurang dari 4 mg/l menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
- Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati
Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa protombin.
- Peningkatan kadar gula darah, pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen
- Pemeriksaan masker serologi pertanda virus seperti HBsAg/HBsAb-HBeAg/HBeAb, HBV DNA, HCV RNA untuk menentukan etiologi sirosis hepatis.
- Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan
Nilai AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
2. Radiologi
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
3. Esofagoskopi
Dapat melihat langsung sumber pendarahan varises esofagus, besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
4. USG
Melihat pinggir hati, permukaan, pembesaran, hemogenitas, asites, splenomegali, gambaran vera hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, SOL (Space Occupying Lesion)
5. Sidikan hati
Terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpuk dan difus
6. Tomografi komputerisasi
Walaupun mahal sangat berguna mendiagnosis kelainan fokal seperti tumor/kusta.
7. Angiografi
Mengukur tekanan vena porta, melihat keadaan sirkulasi portal, mendeteksi tumor.
G. KOMPLIKASI
2 kelompok besar komplikasi, yaitu :
1. Kegagalan hati (hepatoselular)
2. Hipertensi portal
Bila penyakit berlanjut, dari kedua komplikasi diatas dapat timbul komplikasi lain, yaitu :
1. Asites
2. Encefalopali
3. Pentonitis bakterial spontan
4. Transformasi kanker hati primer (hepatoma)
5. Sindrom hepatorenal
H. PENATALAKSANAAN
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obat lain dianjutkan menghentikan penggunaannya
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein kedalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D. Penicilamine dan Colchicine.
b. Hemokromatosis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid
3. Therapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Untuk asites
Diberikan diet rendah garam 0,5 gr/hari + total cairan 1,5 lt/hari. Spironolakton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai dengan dosis awal 4 x 25 mg/hari, dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya pengurangan berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1 kg/hari. Bila perlu dikombinasikan dengan furosemid (bekerja pada tubulus proksimal).
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja)
• Lakukan pemasangan UB tube untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran sama, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah, untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti/masih berlangsung
• Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrosa/salin dan transfusi darah secukupnya
• Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500 cc cairan DS % atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3x
• Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan serius
• Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises
• Untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol
c. Untuk ensefalopati
• Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia
• Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai
• Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises
• Klisma untuk mengurangi absorbsi bahan nitrogen
• Pemberian : - duphalac 2 x 2 sendok makan
- neomisin per oral untuk sterilisasi usus
- antibiotik campisilin/sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik
• Transplantasi hati
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti sefotaksim 29/85 IV amoksisilin, aminoglikosida
e. Sindrom hepatorenal/refnopati hepatik
• Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat
• Atasi infeksi dengan pemberian antibiotik
I. PROGNOSIS
Petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis hepatis :
1. Ikterus yang menetap/bilirubin darah > 1,5 mg%
2. Asites yang memerlukan diuretik dosis besar
3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
4. Kesadaran menurun (ensefalopati hepatik spontan faktor pencetus bagai hak tanpa faktor pencetus luar mempunyai prognosis telah jelek daripada yang jelas faktor pencetusnya
5. Hati mengecil
6. Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
7. Komplikasi neurologis bukan akibat kolateralisasi ekstensif
8. Kadar protrombin rendah
9. Kadar natrium darah yang rendah (< 120 mg/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg
10. CHE rendah, sediaan biopsi yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data dasar
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
- Pola penggunaan alkohol-alkohol (durasi dan jumlahnya)
- Riwayat kontak dengan zat-zat toksik
- Terpapar obat-obat hepatotoksik
c. Aktifitas/istirahat : Kelemahan, kelelahan, letargi
d. Sirkulasi : Disritmia
e. Eliminasi : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), Penurunan/tidak adanya bising usus, Kesesuaian warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat
f. Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas bau (fetor hepatikus), perdarahan gusi.
g. Neurosensori : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tak jelas.
h. Kenyamanan : Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas,pruritus.
i. Pernafasan : Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, expansi paru terbatas hipoxia.
j. Keamanan : Pruritus, ikterik.
k. Seksualitas : Gangguan menstruasi , atrofi testis , ginekomastia.
2. Masalah keperawatan yang muncul
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit
2. Perubahan nutrisi kruang dari kebutuhan
3. Intoleransi aktivitas
4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan
5. Resiko tinggi perdarahan
6. Gangguan body image
7. Cemas
8. Nyeri
9. Pola nafas tidak efektif
3. Diagnosa keperawatan dan intervensi
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d Kehilangan berlebihan melalui diare
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler nadi perifer dan haluan urine individu sesuai
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian
Catat kehilangan melalui diare.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian efek terapi.
2. Kajian tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Indikator volume sirkulasi/perfusi.
3. Periksa adanya asites atau edema
Rasional : Deteksi kemungkinan pendarahan dalam jaringan
4. Observasi tanda perdarahan
Rasional : Absorbsi vitamin K terganggu pada GI
Kolaborasi :
1. Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht. Na+ albumin, dan waktu pembekuan.
Rasional : Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema. Defisit pada pembekuan potensi beresiko pendarahan.
2. Berikan :
a. Cairan Intra Vena
Rasional : Memberikan cairan dan penggantian elektrolit
b. Protein hidrolisat
Rasional : Memperbaiki kekurangan albumin/protein dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke system sirkulasi
c. Vitamin K
Rasional : Karena Absorbsi terganggu, penambahan dapat mencegah masalah koagulasi, yang dapat terjadi bila faktor pembekuan waktu protrombin ditekan.
d. Antasida, simetidin
Rasional : Menetralisir/menurunkan sekresi gaster
e. Obat-obatan anti diare
Rasional : Mengurangi kehilangan cairan/elektrolit dari saluran GI
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d Gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic karena anoreksia, mual/muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan pagi paling besar
Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi
2. Berikan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : Menghilangkan rasa tak enak, meningkatkan nafsu makan
3. Anjuran makan pada posisi duduk tegak
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
Kolaborasi :
1. Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien, dengan memasukkan lemak dan protein sesuai toleransi
Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan lemak jika terjadi diare. Pembatasan protein diidentifikasikan pada hepatitis kronis karena akumulasi produk akhir dapat mencetuskan hepatic ensefalopati.
2. Awasi glukosa darah
Rasional : Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi, memerlukan perubahan diet.
3. Berikan obat sesuai indikasi
c. Intoleransi aktivitas b.d Fatique, depresi, mengalami keterbatasan aktivitas
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan teknik atau perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
Intervensi :
Mandiri :
1. Tingkatkan tirah baring, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai kebutuhan
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan
2. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
3. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendiri pasif/aktif.
Rasional : Peningkatan nadi dan penurunan TD menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi.
4. Catat perubahan mental tingkat kesadaran
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemi.
5. Hindari pengukuran suhu rektal, hati-hati memasukkan selang GI
Rasional : Rektal dan vena esofageal paling rentan untuk robek.
d. Gangguan body image b.d Ikterik, perasaan isolasi
Hasil yang diharapkan : Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan/kebutuhan isolasi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kontrak dengan pasien mengenai waktu untuk mendengar. Dorong diskusi perasaan masalah
Rasional : Penyediaan waktu meningkatkan hubungan saling percaya dan memberikan kesempatan pada kijen untuk mengekspresikan perasaan.
2. Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup
Rasional : Penilaian dan orang lain akan merusak harga diri lebih lanjut
3. Kaji efek penyakit pada faktor ekonomi klien/orang terdekat
Rasional : Masalah finansial mungkin terjadi karena kehilangan peran fungsi klien.
4. Diskusikan harapan penyembuhan
Rasional : Periode penyembuhan mungkin lama (lebih dari 6 bulan) potensial stress keluarga/situasi dan memerlukan perencanaan, dukungan dan evaluasi.
5. Anjurkan klien menggunakan warna merah terang atau biru/hitam daripada kuning atau hijau
Rasional : Meningkatkan penampilan
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen anti ansietas
Rasional : Membantu dalam manajemen kebutuhan istirahat.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan b.d akumulasi garam empedu dalam jaringan
Hasil yang diharapkan : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus
Intervensi :
Mandiri :
1. Gunakan air mandi dingin, hindari sabun alkali, berikan minyak kalamin sesuai indikasi
Rasional : Mencegah kulit kering berlebihan
2. Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk, usahakan kuku jari pendek, lepas baju ketat, berikan sprei katun
Rasional : Menurunkan potensi cidera kulit
3. Berikan masase waktu tidur
Rasional : Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan mamberikan kenyamanan
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, misal : antihistamin dan antilipemik
Rasional : Antihistamin untuk menghilangkan gatal dan antilipemik untuk asam empedu pada usus dan mencegah absorbsinya.
f. Resiko tinggi perdarahan b.d Gangguan faktor pembekuan, gangguan absorpsi vit K
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hemeostatis dengan tanpa perdarahan, menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji adanya perdarahan GI, observasi warna dan konsistensi feses, drainase NGT, atau muntah
Rasional : Traktus GI paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak.
2. Observasi adanya petekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber
Rasional : Sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan
3. Awasi nadi, tekanan darah, dan CVP bila ada
g. Cemas b.d kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan
Hasil yang diharapkan :
- Menguraikan program pengobatan yang benar
- Menjelaskan rasional bagi terapi dan perawatan diet
- Mengenali komplikasi apabila penyakitnya berlanjut
Intervensi :
Mandiri :
1. Jelaskan dasar pemikiran program prinsip terapi hepatitis
2. Uraikan rasional bagi terapi, perawatan dan diet yang tepat
3. Bantu pasien menyusun jadwal dan checklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri
4. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang
5. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya
h. Nyeri b.d inflamasi pada hati dan bendungan vena porta
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak mengerut, menangis, intensitas dan lokasinya)
Intervensi :
Mandiri :
1. Yakinkan pasien bahwa Anda mengetahui nyeri yang dialami pasien nyata dan akan membantunya dalam menghadapi nyeri tersebut
2. Gunakan skala pengkajian nyeri untuk mengidentifikasi intensitas nyeri
3. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kwalitas, frekuensi dan durasi
4. Catat keparahan nyeri pasien dalam bagan
5. Identifikasi dan dorong pasien untuk menggunakan strategi yang menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya
i. Pola pernafasan tidak efektif b.d Pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret
Intervensi :
1. Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan
Rasional : Pernafasan dangkal/cepat kemungkinan ada sehubungan dengan hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi tamabahan nafas
Rasional : Kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
3. Ubah posisi sering dorong nafas dalam latihan dan batuk
Rasional : Membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
4. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia
5. Berikan posisi semi fowler
Rasional : Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa I Made Kaniasa, edisi 3, Jakarta, EGC, 1999.
2. Himawan. Sutisna, Patologi, Jakarta, Bagian Patologi Anatomi FKUI, 1996.
3. Hudak, Carolyn. M, Keperawatan Kritis, Alih bahasa Adiyanti Monica. E.D, edisi 6, volume 2, Jakarta, EGC, 1997.
4. Price, Syivian Anderson, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, Alih bahasa Agung Waluyo, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.
5. Sjaifoellah Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, FKUI, 1996.
6. Smeltzar, Suzanna. C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth, edisi 8, volume . 2, Jakarta : EGC, 2001.
Thursday, April 8, 2010
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : HIPOPITUITARISME
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN : HIPOPITUITARISME
SISTEM ENDOKRIN : HIPOPITUITARISME
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN :HIDROSEFALUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN :HIDROSEFALUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER : ATRIUM SEPTAL DEFECT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER : ATRIUM SEPTAL DEFECT
SISTEM KARDIOVASKULER : ATRIUM SEPTAL DEFECT
Subscribe to:
Posts (Atom)